Dibawah ini adalah buah pemikiran senior kami di KIK-UI, Bg Chrysnanda DL., yang mungkin sangat bermanfaat bagi kita-kita yang haus akan ilmu pengetahuan dan memiliki motivasi untuk belajar dan terus belajar....(dimuat di grup KIK pada tanggal 11 Februari 2011)
Belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan, keterampilan, wawasan, perubahan, dan sebagainya. Dalam proses belajar sering yang ditekankan pada sistem pendidikan kita adalah menghafal, bahkan sampai titik koma pun dihafalkan. Cara belajar menghafal akan mendorong siswa untuk tidak jujur, mencontek atau membuat catatan-catatan kecil saat ujian. Karena tidak mungkin seseorang menghafal begitu banyak materi. Bagi yang pendekatannya belajar dengan menghafal dalam mindset-nya adalah berusaha menyamakan sesuai dengan titik koma yang ada dalam buku atau apa yang diajarkan oleh gurunya.
Romo Mangun Wijaya mengkritik cara belajar dengan menghafal, dengan mengatakan: “belajar dengan cara menghafal identik dengan cara belajarnya binatang sirkus”. Sebagai contoh saja: Sarimin (topeng monyet) yang perintahnya ke pasar dia akan bergerak mengambil gerobak atau tas dan payung untuk pergi ke pasar. Saat diperintah, Sarimin pergi ke mall atau supermarket ia tidak bergerak kebingungan. Apa ini perintahnya? Belajar menghafal juga tidak menghasilkan apa-apa. Jelas tidak kreatif, tidak inovatif, bahkan tidak mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Hasil hafalan itu tidak langgeng. Selesai ujian, lupalah sudah. Demikian halnya pada saat setelah bekerja ya itu-itu sajalah yang dihasilkan produk belajar menghafal biasanya akan cenderung curang dan korup.
Ada beberapa langkah sebagai masukan atau cara-cara yang dapat digunakan untuk belajar dengan cara memahami sebagai berikut:
1. Belajar dengan menggolong-golongkan. Dalam kehidupan fenomena kehidupan sosial yang begitu luas dan kompleks, tidak mungkin akan dipahami tanpa digolong-golongkan. Penggolongan-penggolongan ini merupakan kemampuan atau keahlian dan kepekaan. Bagaimana untuk ahli dan peka?
2. Berpikir secara holistik atau sistemik. Bahwa sebuah gejala atau fenomena tidak berdiri sendiri tetapi saling berkait mengapa dan bagaimana suatu gejala ini bisa terjadi. Semua itu saling terkait seperti suatu sistem.
3. Memahami makna di balik gejala atau fakta. Memahami makna di balik gejala atau fakta adalah cara memahami makna yang ada di balik gejala atau fakta yang terjadi.
4. Berpikir model.Berpikir dengan model adalah membuat pola atau alur berpikir tentang sesuatu atau boleh juga bagian pengembangan dari penggolongan-penggolongan yang dijabarkan lebih detail dan lebih terinci tentang sesuatu fenomena.
5. Berpikir konseptual atau teoretikal. Berpikir dengan konseptual adalah mampu mengabstraksikan fenomena-fenomena yang ada dengan menjelaskan prinsip-prinsip yang mendasar dan berlaku umum.
6. Memahami pendekatannya. Dalam membaca atau belajar sesuatu mampu menangkap esensinya dan memahami makna yang tersembunyi dibalik gejala atau fakta tersebut. Yang juga menangkap bagaimana melihat, dan memperlakukan suatu masalah, fenomena, dan sebagainya.
6 poin diatas memang bukan jurus dewa yang langsung bisa mengalahkan dan mampu menguasai sesuatu hal dengan cepat. Namun merupakan dasar bagaimana cara berpikir dan belajar serta mengimplementasikannya dalam penyelenggaraan tugas. Tentu bukan menjadi ekor, mohon petunjuk, copy paste, menjiplak, menunggu perintah. Tetapi akan mengembangkan, mampu memberdayakan, mampu merevitalisasi, mampu inovatif, kreatif, bahkan akan dapat menginspirasi.
Kamis, 24 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar