Akhirnya, tugas belajar saya selama 2 (dua) tahun di KIK-UI tuntas sudah….seminggu yang lalu, tepatnya tanggal 1 Juni 2010, saya berhasil mempertahankan tesis saya didepan sidang pascasarjana dan memperoleh nilai ”A”. Saya mengajukan penelitian berjudul ”Perilaku Polisi Lalu Lintas Polres Sumber Maju Terhadap Masyarakat Etnis Tionghoa (Kajian atas Birokrasi dan Pola Komunikasi)” didepan dewan penguji yang diketuai Prof. Dr. Sarlito W.Sarwono, Psi dengan anggota penguji antara lain: Prof. Drs. Koesparmono Irsan, SH, MM, MBA (sekaligus pembimbing saya), Drs. Ronny Lihawa, Msi dan Dra. Ida Ayu W.Soentono, MKom.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan perilaku Polantas di Polres Sumber Maju terhadap masyarakat etnis Tionghoa berkaitan dengan aspek birokrasi dan pola komunikasi. Berbagai karakteristik komunikasi dan birokrasi dijadikan perspektif untuk mengungkap adanya pertukaran sosial (social exchange) antara polisi dan masyarakat etnis Tionghoa. Stereotip dan kebudayaan masyarakat etnis Tionghoa yang mempengaruhi praktik birokrasi di Satlantas Polres Sumber Maju juga menjadi fokus yang digali dalam penelitian ini.
Penelitian ini dilaksanakan di Polres Sumber Maju dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, dimana teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam kepada informan kunci, pengamatan terlibat, dan studi dokumenter. Informan kunci yang mendampingi saya selama penelitian yaitu IN (29 tahun), seorang etnis Tionghoa yang dulunya nyambi sebagai perantara di Satpas dan Samsat Polres Sumber Maju. Wawancara saya lakukan terhadap 16 personel Polantas (sebagai pejabat birokrasi lalu lintas) dan 17 orang etnis Tionghoa (yang pernah berhubungan dengan Polantas). Kemudian pengamatan selama penelitian saya lakukan di Satpas, Samsat, pecinan, dan warung kopi tempat berinteraksinya etnis Tionghoa dengan etnis lainnya. Sedangkan studi dokumenter saya menggunakan kajian terhadap dokumen baik itu perkembangan sejarah kedatangan etnis Tionghoa ke Kab.Sumber Maju, bahan-bahan statistik, dan foto. Pendekatan penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif untuk menemukan dan mendeskripsikan secara komprehensif apa adanya data yang diperoleh melalui interpretasi dan pemahaman peneliti sebagai instrumen penelitian. Hal ini merupakan faktor penting yang digunakan untuk melakukan analisis terhadap fenomena yang diketemukan.
Dalam penelitian ini saya menemukan bahwa perilaku sebagian besar Polantas Polres Sumber Maju masih memanfaatkan komunikasi dengan masyarakat etnis Tionghoa untuk menjalankan birokrasi yang mengarah pada perilaku menyimpang. Hubungan kemitraan yang berlaku lebih kepada saling mengeksploitasi untuk mencari keuntungan antarpribadi dan kelompok, bukan kepada keikhlasan untuk saling membangun kepercayaan. Dengan demikian, cita-cita reformasi birokrasi Polri dalam membentuk sikap aparatur yang profesional serta mempertahankan netralitas dalam pelayanan belum tercapai secara optimal.
Kemudian perilaku birokrasi antara Polantas dan etnis Tionghoa telah mengarah pada adanya pertukaran-sosial, dimana ada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dan interaksi itu harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Tujuan yang diinginkan dapat berupa ganjaran ekstrinsik (uang, barang-barang, atau jasa) atau intrinsik (kehormatan, perasaan dihargai, atau sanjungan). Temuan ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Peter Blau (1964) dalam Advance in Experimental Social Pscychology vol. 17 (1984) bahwa: “conception of the exchange relationship is the assumption that the actor’s behavior is directed towards goals that can only be attained by social means and that, consequently, exchange behaviors often represent strategic accommodations to other in order to achieve those goals” (Berkowitz, 1984: 203).
Juga dalam penelitian ini saya menemukan bahwa masih adanya ”kewajiban” yang harus dipenuhi oleh Satlantas Polres dalam bingkai loyalitas (melalui wujud pelayanan supervisi, kunjungan wisata, pengambilan material SSB, maupun kegiatan seremonial yang tidak teranggarkan dalam DIPA Polres) membuat pejabat birokrasi tidak bisa bertindak secara profesional terhadap masyarakat yang dilayaninya, terutama kepada masyarakat etnis Tionghoa yang menguasai sumberdaya dan sumberdana di Kab.Sumber Maju.
Pada akhirnya hal-hal tersebut diatas menjadikan program Quick Wins yang dicanangkan oleh Kapolri untuk reformasi birokrasi belum terbukti secara ampuh untuk mencegah terjadinya perbuatan menyimpang yang dilakukan oknum Polantas, terutama menimpa pada etnis minoritas yang menguasai sumberdaya dan sumberdana di Kab.Sumber Maju.
Oleh sebab itu, guna merubah perilaku birokrasi dan komunikasi Polantas ketika berhadapan dengan etnis Tionghoa guna mendukung tercapainya proses reformasi birokrasi Polri, saya menyarankan agar melaksanakan reformasi birokrasi Polri dengan sungguh-sungguh, jangan berupaya mengkomunikasikan bahasa hukum (lalu lintas) untuk menghalalkan segala cara guna melakukan perbuatan menyimpang, terlebih kepada masyarakat yang memiliki sumberdaya dan sumberdana namun tidak memahami bahasa hukum (lalu lintas) dengan benar hanya untuk kepentingan pribadi maupun organisasi.
Lalu Polantas sebagai etalase Polri harus mampu membangun komitmen dan integritas dalam pelaksanaan tugas di bidang lalu lintas, dengan tidak memanfaatkan stereotip masyarakat etnis Tionghoa sebagai peluang untuk memperkaya diri pribadi maupun organisasi, sehingga kesan sebagai ”tempat basah” maupun ”dapur organisasi” yang selama ini melekat dapat perlahan dihilangkan.
Untuk itu diperlukan sosok pimpinan yang transformasional, yang mampu menggunakan komunikasi kewenangan yang dimiliki untuk membuat kebijakan birokrasi kearah perbaikan dan perubahan, dan untuk meningkatkan wawasan kebangsaan kepada masyarakat etnis Tionghoa, sekiranya Polda Harapan Jaya perlu memberi peluang kepada etnis Tionghoa yang memenuhi syarat untuk menjadi anggota Polri (khususnya pada level Bintara), yang nantinya akan dikembalikan lagi ke Polres Sumber Maju untuk membantu merubah paradigma Polri dan etnis Tionghoa agar tidak berlarut-larut pada stigma negatif yang melekat pada masing-masing pihak.
Dan akhirnya, optimalisasi peran lembaga pengawasan internal dan eksternal Polri untuk mengawal proses reformasi birokrasi, sehingga dapat mewujudkan harapan masyarakat akan terbentuknya sosok polisi yang komunikatif, bertanggungjawab, patuh hukum, humanis, dan profesional.
Dalam penelitian ini, saya menggunakan 119 buku dan 8 dokumen sebagai referensi.
Akhirul kata, saya ucapkan terima kasih pada istri dan anak-anakku atas kesediaan kalian menyemangatiku sampai pendidikan ini selesai, pada kedua orangtua dan mertuaku yang tak putus-putusnya berdoa, serta kepada pembimbingku Prof. Drs. Koesparmono Irsan, SH, MM, MBA. Dan akhirnya kepada seluruh siswa S2 KIK-UI Angkatan 13 yang saya hormati Bang Ayi Supardan, Arya Perdana, Juliarman, Mustofa, Trisaksono, Dedy Indriyanto, Budi Rochmat, Febryanto Siagian, Wawan Kurniawan, Anwar Haidar, Adewira Siregar, Eka Syarif, Mbak Umi Fadillah, Mbak Rina Hastuti, Hendrik Bule, Anjarino Soko, Aris Bachtiar, Agung Kusprabandaru, dan Pungky Buana Santoso, all of you are great officer!
Selasa, 08 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar