Selasa, 10 November 2009

KEMAMPUAN MERENCANAKAN SEBAGAI SALAH SATU ASPEK PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN


Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan

Penilaian pelaksanaan pekerjaan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh manajemen/penyelia penilai untuk menilai hasil kinerja pegawai dengan membandingkan pada hasil kerja pada pelaksanaan pekerjaan suatu periode tertentu. Kegiatan ini untuk mengukur prestasi masing-masing personel pada pekerjaan yang diembannya guna pengembangan kualitas kerja berikutnya, pembinaan selanjutnya, serta tindakan-tindakan perbaikan apabila kurang sesuai dengan pelaksanaan tanggung jawabnya. Penilaian pelaksanaan pekerjaan ini biasanya dilaksanakan oleh manajemen/penyelia penilai yang secara hirarki langsung diatas personel yang dinilai. Hasil penilaian tersebut disampaikan kepada manajemen untuk dibuatkan kajian guna kepentingan selanjutnya, baik yang berhubungan dengan pribadi personel tersebut maupun yang berhubungan dengan manajemen guna pengembangan organisasi berikutnya.
Yang menjadikan dasar penilaian pelaksanaan pekerjaan adalah adanya kesadaran bahwa keberhasilannya paling tidak dipengaruhi oleh masalah prosedur dan proses maupun oleh jenis bentuk atau sistem pencatatan standar yang digunakan. Sehingga kerapkali manajemen/penyelia penilai menitikberatkan pada pengembangan yang tepat, dan jarang sekali manajemen/penyelia penilai yang memperhatikan tentang bagaimana sebenarnya penilaian pelaksanaan pekerjaan itu dilaksanakan.
Dengan sistem penilaian yang subyektif, memang tidak menutup kemungkinan penilaian pelaksanaan pekerjaan dipengaruhi sumber-sumber tertentu yang dapat mempengaruhi proses penilaian, sehingga harus mendapatkan perhitungan dan pertimbangan yang wajar. Dikatakan diatas penilaian yang subyektif, dikarenakan kebanyakan pekerjaan benar-benar tidak mungkin untuk mengadakan yang obyektif. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor, termasuk didalamnya kerumitan dalam tugas, kesulitan dalam merumuskan tugas-tugas dan pekerjaan individual personel secara rinci, juga adanya intervensi dari pimpinan yang menilai.

Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan di Lingkungan Polri

Penilaian prestasi merupakan langkah dimana kita dapat mengetahui sejauh mana efektivitas manajer dalam mengangkat, menempatkan, dan memotivasi pegawai. Apabila ada suatu masalah yang teridentifikasi, langkah manajer selanjutnya adalah mengkomunikasikan hal tersebut dengan pegawai dan mengambil tindakan penyelamatan karier. Dalam kelembagaan Polri, penilaian pelaksanaan pekerjaan selain dipantau oleh pimpinan langsung (dalam hal ini oleh Ka/Dan/Dir tiap-tiap fungsi kepolisian kewilayahan) juga dimasukkan dalam suatu kuesioner dalam bentuk Daftar Penilaian (Dapen). Semua personil Polri baik itu golongan perwira, bintara maupun tamtama dalam proses pembinaan sumber daya manusia pasti akan melewati proses ini baik itu dalam kepengurusan kepangkatan, pendidikan, mutasi maupun promosi.
Ada beberapa aspek yang tercantum dalam daftar penilaian tersebut, kesemuanya untuk memastikan bahwa pimpinan dan bawahan bersama-sama sepakat atas hal-hal yang diharapkan tercapai oleh bawahan dan standar yang akan digunakan untuk menilai prestasi kerjanya.
Adapun aspek-aspek penilaian tersebut meliputi:
a. Pengabdian
b. Inisiatif
c. Kejujuran
d. Kemampuan Memutuskan
e. Kewibawaan dan Kepemimpinan
f. Ketabahan
g. Menyatakan Pendapat
h. Kemampuan Jabatan
i. Kemampuan Merencanakan
j. Tanggung Jawab

Memang kalau kita cermati bersama, faktor-faktor penilaian tersebut diatas merupakan produk dari pemikiran institusi militer saat ABRI masih mendominasi peran kepolisian. Polri sendiri masih belum dapat menjabarkan faktor-faktor penilaian apa yang layak di nilai untuk personel-personelnya, yang sesuai dengan pelaksanaan tugas personel di lapangan. Pada pembahasan selanjutnya akan kita uraikan salah satu aspek penilaian berikut makna dan kekurangannya.

Kemampuan Merencanakan salah satu aspek Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan

Merencanakan mengandung arti bahwa pimpinan memikirkan dengan matang terlebih dahulu sasaran dari tindakan mereka berdasarkan pada beberapa metode, rencana, atau logika dan bukan berdasarkan perasaan. Dalam daftar penilaian versi Hankam/ABRI disampaikan bahwa perencanaan adalah bagaimana mengenali permasalahan secara keseluruhan, menilai data-datanya dan mengatur langkah-langkahnya. Dalam kriteria kemampuan merencanakan tersebut, disebutkan beberapa kemampuan yang ada pada personel yang dinilai, yaitu:
a. Apakah personel yang bersangkutan memiliki kemampuan perencanaan yang mencakup bayangan dan konsepsi jauh ke depan.
b. Apakah personel yang bersangkutan dapat melihat gambaran yang lebih besar dan mampu membuat perencanaan diatas kemampuan jabatannya.
c. Apakah personel yang bersangkutan dapat melihat kedepan dan mengambil tindakan untuk memecahkan persoalan.
d. Apakah personel yang bersangkutan hanya membuat perencanaan sekedar untuk memenuhi keperluan jabatan sekarang.
e. Apakah personel yang bersangkutan cuma menunggu orang lain menunjukkan masalah-masalah dan tidak mampu melihat kedepan.
Ke semua aspek yang terdapat pada diri personel yang dinilai tersebut terdapat bobot nilai mulai dari 1 s/d 10. Penilai akan menilai sesuai dengan kriteria yang dimiliki personel tersebut. Namun apakah penilaian tersebut sudah obyektif sesuai dengan kriteria kemampuan untuk merencanakan yang dimiliki oleh personel yang dinilai tersebut?
Padahal kalau kita cermati bahwa perencanaan sendiri adalah suatu jenis pembuatan keputusan untuk masa depan yang spesifik yang dikehendaki oleh pimpinan organisasi untuk pengembangan organisasi mereka kedepannya. Perencanaan bukan peristiwa tunggal, dengan awal dan akhir yang jelas. Perencanaan adalah proses kesinambungan yang mencerminkan dan menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sekitar organisasi. Kita merencanakan sesuatu harus menggunakan metode-metode, menentukan premis (meramalkan/memikirkan tentang lingkungan macam apa yang akan ada pada saat rencana dilaksanakan nantinya) serta menentukan arah tindakan perencanaan tersebut, jadi dalam memikirkan rencana apa yang akan kita laksanakan cukup dengan melihat bidang tugas yang akan kita emban, tidak harus kita tinjau jauh kedepan dimana kondisi organisasi pun akan mengalami perubahan yang signifikan seiring dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dari pimpinan Polri. Memang perlu kita merencanakan jauh kedepan namun seyogyanya apa yang akan kita hadapi beberapa langkah kedepan lah yang harusnya lebih diutamakan. Kita dalam merencanakan sesuatu pun harus logis karena memang itulah yang akan kita jalankan, dalam kepala kita pun tentunya terdapat banyak inovasi-inovasi untuk kita perbuat dalam lembaga Polri ini, namun apakah inovasi-inovasi yang akan kita buat sesuai dengan kebijaksanaan pimpinan? Inipun sudah termasuk dalam perencanaan kita juga, namun sekali lagi, kalau lah rencana kita tersebut disetujui untuk dilaksanakan, apakah anggaran yang kita miliki bisa menunjang pelaksanaan rencana tersebut? Kemudian, yang namanya pimpinan akan selalu berpendapat benar sesuai dengan jalan pemikirannya. Latar belakang pendidikan terkadang selalu dikaitkan dengan proses perencanaan, semakin tinggi pendidikan yang dimiliki akan semakin luas pemikiran personel tersebut untuk merencanakan sesuatu terhadap lembaga ini. Sehingga faktor inilah yang menyebabkan kenapa personel Polri yang telah memikirkan perencanaan-perencanaan untuk lembaga terkadang menjadi mentah ketika dihadapkan pada pimpinan yang lebih tinggi dari personel tersebut. Padahal kita mempunyai visi ke depan diatas keperluan jabatan kita. Lalu, disaat kita mampu untuk melaksanakan perencanaan tersebut — mungkin adanya pihak ketiga yang membantu upaya kita — kita kembali terhalangi oleh adanya pimpinan yang tidak menyukai bahwa perencanaan tersebut dilaksanakan. Mungkin akan mempengaruhi kredibilitas pimpinan tersebut dimata pimpinan yang lebih tinggi daripadanya. Sehingga faktor-faktor inilah yang kemudian akan membuat kemampuan perencanaan tersebut menjadi suatu hal yang rancu untuk dilaksanakan dan itulah mengapa kalau kita melihat penilaian terhadap faktor-faktor kemampuan merencanakan tersebut tidak lebih bobot poin-nya dari angka 8.
Melihat hal tersebut diatas, penulis berpendapat bahwa sebaiknya kemampuan merencanakan disesuaikan dengan makna perencanaan itu sendiri. Bahwa hal-hal yang tercakup dalam kriteria penilaian perencanaan tersebut memuat beberapa point yang dinilai, antara lain:
a. Mempunyai kemampuan perencanaan dalam menetapkan sasaran dan mampu memilih cara untuk mencapai sasaran tersebut.
b. Dapat menentukan premis yaitu meramalkan/memikirkan tentang lingkungan macam apa yang akan ada pada saat rencana dilaksanakan nantinya.
c. Dapat menentukan langkah-langkah alternatif yang dapat/mungkin diambil untuk mencapai sasaran organisasi.
d. Membuat perencanaan hanya dalam ruang lingkup kepentingan jabatan saat ini.
e. Menunggu orang lain memecahkan masalah dan tidak mampu melihat pencapaian sasaran yang akan datang.

Ke-5 poin pemikiran penulis tersebut diatas hanyalah sekedar kesimpulan dari pemaknaan tentang perencanaan itu sendiri. Tentunya kita dapat membayangkan perencanaan sebagai lokomotif yang menghela kereta yang terdiri dari aktivitas mengorganisasikan, melaksanakan dan kontrol. Sehingga perencanaan merupakan hal yang demikian penting bagi seorang manajer/pimpinan (dalam konteks ini adalah pimpinan Polri). Tanpa rencana, pimpinan tidak dapat mengetahui bagaimana mengorganisasikan orang dan sumber daya secara efektif. Mereka mungkin bahkan tidak mempunyai ide yang jelas mengenai apa yang perlu mereka organisasikan. Tanpa rencana, pimpinan dan bawahannya hanya mempunyai peluang kecil untuk mencapai sasaran atau mengetahui kapan dan dimana mereka keluar dari jalur. Mengendalikan menjadi pekerjaan yang sia-sia. Terlalu sering, kesalahan dalam rencana mempengaruhi masa depan seluruh organisasi. Perencanaan adalah sangat penting. Untuk itulah memang dibutuhkan personel Polri yang mempunyai kemampuan dalam merencanakan, namun kriteria yang harus dinilai haruslah yang sesuai dengan kebutuhan organisasi akan perencanaan itu sendiri dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia, jadi terhindar kesan membuat rencana yang muluk-muluk namun tiada hasil yang didapat. Semoga dengan demikian sumber daya manusia Polri yang mumpuni akan bisa didapatkan tanpa harus membebani lembaga Polri secara keseluruhan.


DAFTAR PUSTAKA

Djamin, Awaloedin. Manajemen Sumber Daya Manusia, jilid 1 Kontribusi Teoretis Dalam Meningkatkan Kinerja Organisasi. Bandung: Sanyata Sumanasa Wira Sespim Polri, 1995.

Dessler, Gary. Personnel Management 3rd Edition (diterjemahkan oleh Agus Dharma dengan judul Manajemen Personalia edisi ketiga). Jakarta: Penerbit Erlangga, 1997.
Baca selengkapnya.....

BIJAK KAPOLRI DALAM RANGKA PROGRAM KERJA 100 HARI POLRI


Dengan terpilihnya secara langsung Presiden dan Wapres untuk masa jabatan 2009 – 2014 yang diikuti dengan pelantikan Kabinet tanggal 22 Oktober 2009, Pemerintah telah menetapkan “Program Aksi 100 hari” dengan 5 Agenda Utama 2009 – 2014 dan 11 sasaran prioritas nasional.

5 Agenda Utama 2009 – 2014 adalah:
1. Melanjutkan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
2. Tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
3. Penegakan demokrasi.
4. Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
5. Pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.

Sedangkan 11 sasaran prioritas nasional yaitu:
1. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
2. Pendidikan.
3. Kesehatan.
4. Penanggulangan kemiskinan.
5. Ketahanan pangan.
6. Infrastruktur.
7. Iklim investasi dan bisnis.
8. Energi.
9. Lingkungan hidup dan penanggulangan bencana.
10. Pembangunan daerah tertinggal, terdepan dan pasca konflik.
11. Kebudayaan, kreatifitas dan inovasi teknologi.

Berdasarkan Program Aksi 100 Hari KIB II, kemudian dijabarkan Polri dalam Renja 100 Hari Polri, dengan memperhatikan aspek ancaman dan gangguan yang berpotensi menghambat pelaksanaan program 100 hari KIB II. Menurut analisa, prediksi ancaman dan gangguan yang berpotensi menghambat pelaksanaan program 100 hari, antara lain:
1. Suhu politik diperkirakan cenderung meningkat terkait dengan reaksi terhadap Proja Kabinet Pemerintah/kementerian dan rencana pelaksanaan Pemilukada di beberapa daerah.
2. Masih mengemukanya konflik kepentingan yang dilatarbelakangi dengan pemekaran wilayah yang berpotensi menimbulkan gangguan keamanan baik yang berbentuk konflik vertikal maupun horizontal.
3. masih akan terjadinya aksi penolakan berbagai elemen masyarakat terhadap kebijakan Pemerintah dalam penyusunan kabinet maupun program 100 hari KIB II.
4. Angka kejahatan yang cenderung masih tinggi akan mempengaruhi upaya penegakan hukum, memberik rasa aman bagi masyarakat dan mengganggu iklim investasi.
5. Arus masuk imigran ilegal ke Indonesia yang masih terus berlanjut karena terkendala oleh aspek normative dan kerjasama antar instansi terkait.
6. Potensi ancaman terorisme yang masih kuat karena jaringan terorisme yang belum sepenuhnya terungkap dan beberapa pelaku masih belum tertangkap serta belum terealisasinya konsep deradikalisasi.
7. Peredaran narkoba akan terus berlanjut karena posisi strategis negara Indonesia dan masih rendahnya kepedulian masyarakat terhadap bahaya narkoba.

Adapun tujuan dan sasaran prioritas untuk mendukung 5 Agenda Utama dan 11 sasaran prioritas nasional KIB II meliputi:

a. Tujuan yang akan dicapai difokuskan pada:
1. Pemenuhan hak-hak anggota dan meningkatnya kesejahteraan anggota untuk terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih.
2. membangun sistem deteksi dan peringatan dini melalui kegiatan pembinaan dan penggalangan masyarakat serta optimalisasi fungsi peralatan teknologi yang ada.
3. Mengembangkan polmas yang berbasis pada masyarakat patuh hukum.
4. Menjamin keberhasilan penanggulangan gangguan kamdagri dalam rangka menciptakan rasa aman masyarakat.
5. Menegakkan hukum secara profesional, obyektif, proporsional, transparan dan akuntabel untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan.
6. terbangunnya kerjasama dengan lembaga, Kementerian dan masyarakat baik dalam maupun luar negeri.
7. Terwujudnya rekrutmen personel Polri yang bersih, transparan, dan bebas dari intervensi.
8. terpenuhinya sarana opsnal bagi satuan-satuan opsnal Polri.
9. melakukan pengkajian dan penelitian terhadap sumberdaya serta sistem untuk mendukung tugas kepolisian.
10. Tertanggulanginya setiap kontinjensi yang terjadi demi terciptanya keamanan masyarakat.
11. Menyelenggarakan pembinaan dan penegakan disiplin serta kode etik terhadap profesi kepolisian.
12. Menyelenggarakan dukungan teknologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian.
13. Melakukan pengkajian terhadap sistem rekrutmen, pendidikan dan latihan, penelitian dan pengembangan, sistem yang berlaku di lingkungan organisasi Polri.
14. Menyelenggarakan pembinaan hukum dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas pokok Polri.

b. Sasaran prioritas yang ditetapkan meliputi:
1. Sinkronisasi kebijakan.
2. Keterpaduan dalam penanganan kasus.
3. Kepastian hukum dan jaminan keamanan bagi investasi.
4. Aparat pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
5. Rasa aman di kalangan masyarakat.
6. Peningkatan kesejahteraan masyarakat.
7. Kepatuhan hukum masyarakat.
8. Akselerasi reformasi birokrasi Polri terutama program quick wins.
9. kelestarian lingkungan hidup.
10. Pemanfaatan IT untuk mendukung pelaksanaan tugas.
11. kepercayaan masyarakat dalam rangka mendukung program kemitraan.

Kebijakan Kapolri tentang “Renja 100 Hari Polri” ini, didasari Keberlanjutan Program (sustainability programme), Peningkatan kualitas kinerja (performance quality improvements) dan Komitmen terhadap organisasi (organizational commitment).
Sedangkan strategi yang ditetapkan didasarkan pada Grand Strategi Polri 2005 – 2025 yang menyangkut tahapan membangun kepercayaan masyarakat (trust building) yang berakhir pada tahun 2009 dan membangun kemitraan (partnership building) yang dimulai pada tahun 2010.

Renja 100 Hari Polri dibagi dalam:

a. Bidang pembinaan meliputi:
1. Penerapan tata kelola pemerintahan yang baik dan aparatur yang bersih (good governance and clean government).
2. Kerjasama keamanan dan ketertiban dilaksanakan dengan tujuan untuk melakukan sinkronisasi berbagai peraturan yang saling tumpang tindih dan kontradiktif serta membangun kemitraan dengan instansi terkait.

b. Bidang operasional meliputi:
1. Upaya pembinaan dalam bentuk: pelaksanaan kegiatan supervisi, pengawasan terhadap pelaksanaan renja 100 hari Polri ke satwil/satfung opsnal, pelaksanaan operasi bersih, melakukan operasi simpatik untuk mensosialisasikan UU No.22/2009 tentang lalu lintas.
2. Upaya penegakan hukum, yang meliputi aspek normative dan kemitraan, penegakan hukum secara represif edukatif dan pemberian penghargaan bagi anggota berprestasi dan sanksi bagi anggota yang melakukan penyimpangan.
3. Upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, yang meliputi: penegakan hukum terhadap 4 jenis kejahatan yaitu kejahatan konvensional, kejahatan transnasional, kejahatan yang merugikan kekayaan negara dan kejahatan yang berimplikasi kontinjensi.
4. Koordinasi dengan instansi terkait dalam penyelesaian perkara yang terhambat proses penyidikannya.
5. Pemberdayaan potensi keamanan.
6. Perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat.
Berdasarkan Renja 100 Hari Polri yang telah dirumuskan tersebut diatas, secara umum out put yang ingin dicapai Polri dalammenjalankan perannya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas) dan penegak hukum adalah dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk mendukung Program Aksi 100 Hari KIB II yang antara lain dalam bentuk:
1. terciptanya kepastian hukum dan jaminan keamanan bagi iklim investasi karena situasi kamtibmas yang kondusif.
2. terciptanya rasa aman dikalangan masyarakat dan hasil serta perubahannya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.
3. Terbangunnya sinergitas, suasana kemitraan (partnership) yang positif dengan Polri, dan rasa kebersamaan dalam melaksanakan program 100 hari masing-masing lembaga pemerintahan melalui kerjasama.
4. meningkatnya kesejahteraan masyarakat melalui upaya Polri melalui penegakan hukum dapat mengeliminir faktor penyebabnya.
5. Terselesaikannya perkara-perkara yang selama ini terhambat karena permasalahan tumpang tindihnya perundang-undangan terkait.
6. meningkatnya kelestarian lingkungan hidup terutama melalui upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran ketentuan perundang-undangan yang menyangkut kehutanan, pertambangan, dan lingkungan hidup.
7. meningkatnya pendapatan negara yang akan berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan kelancaran proses pembangunan nasional.

(Sumber: Jaya Dharma Sevaka, Jurnal Mingguan Polda Metro Jaya Edisi 08/November 2009).
Baca selengkapnya.....