Minggu, 30 Januari 2011

IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN VISIONER DAN MANAJEMEN POLRI DALAM RANGKA MEMBANGUN KEPERCAYAAN MASYARAKAT TERHADAP POLRI SEBAGAI PENGAYOM DAN PELINDUNG MAS



I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kepemimpinan dan manajemen merupakan bagian terpenting dalam suatu organisasi, keduanya diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang tidak bisa terpisahkan. Hal itu terkait dengan sebuah ungkapan, bahwa inti dari organisasi adalah manajemen, inti manajemen adalah kepemimpinan,dan inti dari kepemimpinan adalah pengamblan keputusan. Ungkapan tersebut menegaskan, betapa suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh kepemimpinan melalui keputusan-keputusan yang diambilnya.
Berkenaan dengan pengambilan keputusan tersebut, maka yang dibutuhkan bagi seorang pemimpin adalah kemampuannya dalam menganalisis berbagai aspek, baik menyangkut lingkungan internal maupun lingkungan eksternalnya, sehingga mampu merumuskan visi organisasinya yang akan membawa organisasi tersebut mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan. Di lingkungan Polri khususnya pada tingkat KOD, peran kepemimpinan tersebut sangat menonjol.
Pokok Permasalahan dalam penulisan ini adalah: "Bagaimana mengimplementasikan kepemimpinan visioner dan fungsi manajemen dalam tugas Polri yang profesioanal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat dalam membangun kepercayaan masyarakat guna menciptakan dan memelihara stabilitas Kamtibmas di Tingkat KOD?"

II. POKOK-POKOK PERSOALAN

1. Bagaimana Kepemimpinan visioner dan manajerial dalam sebuah organisasi ?
2. Bagaimana implementasi kemimpinan visioner dan manajemen Polri pada tingkat KOD ?

III. KEINGINAN DAN HARAPAN MASYARAKAT TERHADAP KINERJA POLRI

Banyak sekali sorotan tajam dari masyarakat tentang perilaku Polri yang dianggap kurang profesional dalam kinerjanya, mulai dari tindakan penyelidikan maupun penyidikan, dari segala aspek tindakan dan perilaku polisi menjadi penilaian masyarakat sehingga polri tidak perlu gusar dan gundah terhadap segala bentuk kritik dari masyarakat karena kita sadari bahwa tanpa kontrol sosial masyarakat kinerja Polri tidak dapat melakukan perubahan serta tidak mengetahui kekurangannya. Dengan kontrol sosial dari masyarakat saja kita tidak dapat pastikan apakah polisi dapat menjadi profesional atau tidak, jadi kuncinya terletak pada bagaimana Polri menyikapi kritik dari masyarakat tersebut sebagai hal yang positif demi membangun kinerja Polri menuju pada profesionalisme.
Bila masyarakat berbicara tentang profesionalisme Polri maka yang jadi pertanyaan adalah bagaimana standart atau kualifikasi yang dapat dijadikan pedoman. Menurut Coates (1972) membedakan tiga tipe polisi, yaitu: (1) the legalistic abusive officer, yaitu mereka yang menyadari perannya sebagai penjaga, pelindung masyarakat serta nilai-nilai masyarakat, dan dengan cepat menggunakan kekuatan dan sangat otoriter; (2) the task officer, yang menjalankan tugasnya tanpa menggunakan nilai-nilainya sendiri dan hanya menjalankan hukum; (3) the community service officer; yaitu yang tidak menerapkan hukum dan bertindak sebagai penegak hukum, melainkan berusaha membantu masyarakat dan memecahkan persoalan.
Jadi standar yang dimaksud mensyaratkan, pertama, latihan, ketrampilan dan kemampuan khusus, kedua, anggota kepolisian harus mempunyai komitmen terhadap pekerjaannya, dan yang ketiga, dalam menjalankan pekerjaannya, polisi membutuhkan suatu tingkat otonomi tertentu.
Dengan standar tersebut kita harus dapat melihat dan mengetahui apa yang menjadi keinginan dan harapan masyarakat terhadap Polri, apakah dengan salah satu atau ketiga-tiga tipe tersebut sudah sesuai dengan harapan masyarakat. Kita harus pahami betul bahwa masyarakat Indonesia sangat majemuk dengan berbagai corak budaya, etnis, suku dan agama yang memiliki pengaruh dalam menentukan pola perilaku dan kinerja Polri di suatu tempat, karena dengan karakteristik masyarakat yang beragam tersebut sangat sulit apabila hanya nenerapkan kebijakan yang berorientasi pada sentralistis semata karena satu daerah dengan daerah lain akan sangat berbeda sehingga diharapkan kebijakan yang ada tidak mengesampingkan budaya setempat agar selaras dengan jiwa masyarakat setempat dan tujuan dari terciptanya masyarakat aman dan tertib serta Polri dapat memberikan pelayanan, pengayoman dan perlindungan sesuai dengan harapan masyarakat dapat diwujudkan
Harapan dan keinginan masyarakat adalah; bahwa masyarakat pada hakekatnya hanya berkeinginan memiliki polisi yang dapat memberikan perlindungan, mengayomi serta melayani dengan baik, namun ketiga hal tersebut ukuranya dimasyarakat sendiri sangat relatif, dengan demikian Polri dapat memberikan ukuran dari ketiga hal yang dimaksud oleh masyarakat.
Kita dapat dengan mudah memberikan beberapa contoh tentang harapan dan keinginan polisi tersebut dari kejadian yang dapat kita ambil sehari-hari, misalkan ada seseorang merasa kehilangan sesuatu barang yang di milikinya maka orang tersebut akan mencari polisi terdekat untuk melaporkan peristiwa yang dialami, demikian halnya ketika seseorang ditodong dan dirampas barang miliknya atau rumahnya dimasuki oleh pencuri maka ia dengan cepat melaporkan kepada polisi terdekat, contoh lain yang sering dialami oleh masyarakat perkotaan yaitu ketika terperangkap kemacetan di suatu jalan maka kita akan merasa aman dan tentram bila kita sudah melihat di tempat tersebut sudah ada polisi yang sedang berdiri dan mengatur lalu lintas, namun sebaliknya jika dalam situasi tersebut tidak terlihat seorang anggota polisi pun maka hati kita menjadi kecewa dan menggerutu atas kelambatan kerja serta responsif polisi dinilai lambat.
Dari beberapa contoh kecil yang disampaikan oleh penulis tersebut diatas menunjukkan tentang aktifitas polisi yang diharapkan oleh masyarakat, pada hakekatnya masyarakat sangat berharap kehadiran dan bantuan polisi tepat dan cepat pada waktunya, kedatangannya tersebut pun harus dapat memberikan tindakan yang simpatik, berwibawa, apabila polisi dapat melakukan hal tersebut sudah barang tentu akan menumbuhkan rasa hormat masyarakat terhadap polisi, namun bila sebaliknya yang terjadi maka kehadiran polisi justru akan memperburuk situasi dan bukannya menyelesaikan masalah akan tetapi menimbulkan perasaan kecewa, bahkan yang tumbuh adalah benih-benih kebencian masyarakat terhadap polisi. Masyarakat berharap bahwa polisi yang didambakan adalah polisi yang berwajah simpatik, berwibawa dan hadir dimana-mana, khususnya bila dibutuhkan.
Perilaku anggota polri yang diharapkan oleh masyarakat adalah :
1. Mampu bertindak tegas secara etis, sopan, ramah dan simpatik terhadap masyarakat yang sedang berurusan atau memerlukan bantuan polisi.
2. Mampu menghilangkan sikap yang cenderung korupsi, baik dalam hal waktu, kewenangan dan bentuk penyimpangan lainnya yang dapat merugikan masyarakat.
3. Memiliki pengetahuan tentang hukum dan perundang-undangan serta ketrampilan dalam melaksanakan tugas, fungsi dan perannya.
4. Memahami budaya masyarakat setempat untuk dapat diterima oleh masyarakat serta bertindak selalu berorientasi pada terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakatnya.
5. Mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat bukannya minta dilayani oleh masyarakatnya.
6. Dapat datang secara cepat ketika masyarakat memerlukan bantuannya dan kehadirannya benar-benar bertujuan memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat khususnya pelapor.
7. Dapat bertindak adil dalam memberikan pelayanan, tidak memilih-milih atau diskriminatif dengan mengutamakan orang yang memiliki status sosial, ekonomi dan politik saja yang mendapatkan pelayanan namun harus merata kepada semua masyarakat tanpa memandang bulu.
8. Memberikan tauladan dimasyarakat baik dalam lingkungan kerja maupun dalam lingkungan masyarakat dalam proses interaksi sosialnya.


IV. KEPEMIMPINAN VISIONER DAN MANAJERIAL DALAM SEBUAH ORGANISASI

1. Pentingnya Visi Bagi Seorang pemimpin.

Meskipun dalam beberapa literatur tidak ada yang memberikan definisi yang baku mengenai visi, namun secara sederhana dapatlah dikemukakan, bahwa visi adalah masa depan yang realistis, dapat dipercaya, dan menarik bagi suatu organisasi. Visi adalah pernyataan tujuan kemana organisasi akan dibawa , sebuah masa depan yang lebih baik, lebih berhasil, atau lebih diinginkan dibandingkan dengan kondisi sekarang.
Visi selalu berhubungan dengan masa depan, mengingat visi adalah awal masa depan, karena visi mengekspresikan apa yang kita dan orang lain inginkan untuk mencapainya. Meskipun visi hanyalah sebuah gagasan atau masa depan yang lebih baik bagi suatu organisasi, tetapi visi yang benar adalah gagasan yang penuh dengan kekuatan yang mendesak dimualinya masa depan dengan mengandalkan keterampilan, bakat, dan sumber daya dalam mewujudkannya.
Visi sangat diperlukan bagi seorang pemimpin, karena pemimpin mengemban tanggung jawab, mengusahakan pelaksanaan tugas, memiliki impian dan menerjemahkannya menjadi kenyataan. Oleh karena itu, seorang pemimpin harus berusaha menyatukan komitmen anggota-anggotanya, memberika dorongan kepada mereka dan mengubah organisasi menjadi suatu kenyataan baru yang memiliki kesatuan baru yang memiliki kekuatan yang lebih besar untuk bertahan hidup, bertumbuh dan berhasil.
Kepemimpinan yang efektif menjadi kekuatan bagi sebuah organisasi dalam memaksimumkan kontribusinya bagi kesejahteraan para anggotanya dan masyarakat yang lebih luas. Sehingga para pemimpin yang efektif selalu mempunyai rencana, mereka berorientasi penuh pada hasil. Mereka mengadopsi visi-visi baru yang menantang, yang dibutuhkan dan bisa dijangkau, mereka mengkomunikasikan visi-visi tersebut, dan mempengaruhi orang lain sehingga arah baru mereka mendapat dukungan dan bersemangat memanfaatkan sumber daya dan energi yang mereka miliki untuk mewujudkan visi-visi tersebut.
Begitu pentingnya visi tersebut bagi seorang pemimpin, sehingga dapatlah disebutkan bahwa visi adalah kunci menuju kepemimpinan yang sukses dan kepemimpinan adalah kunci menuju keberhasilan organisasi. Dan hanya para pemimpin yang mempunyai kepemimpinan visionerlah yang bisa mewujudkan harapan tersebut.

2. Kekuatan Visi Dalam Suatu Organisasi.

Visi masa depan sebuah organisasi yang benar adalah gagasan yang akan menggerakkan orang untuk bertindak, dan karena tindakan itu, organisasi akan berkembang dan mengalami kemajuan. Memilih dan menyatakan visi yang kuat adalah tugas terberat dan ujian yang paling teliti terhadap kualitas kepemimpinan yang kuat. Apabila hal itu bias tercapai, maka organisasi sudah menemukan arah yang benar untuk merealisasikan impiannya.
Adapun beberapa kekuatan dari suatu visi yang dapat dikemukakan adalah :
a. Visi yang benar akan menghasilkan komitmen dan memberi motivasi kepada orang-orang di dalam organisasi.
Manusia pada umumnya menginginkan dan membutuhkan sesuatu yang dapat dijadikan panutan, sebuah tantangan signifikan bagi kemampuan terbaik mereka. Dalam hal ini, visi mengilhami orang dari bawah. Orang ingin dan bahkan bersemangat untuk secara sukarela patuh pada sesuatu yang dianggap bernilai, sesuatu yang dapat membuat kehidupan mereka menjadi lebih baik, atau yang memungkinkan organisasi mereka tumbuh dan maju.
b. Visi yang benar memberi arti bagi kehidupan para anggota.
Manusia perlu menikmati nilai dari pekerjaan, khususnya di dunia dimana sumber-sumber nilai tradisional seperti keluarga atau komunitas telah kehilangan kemampuannya untuk mengekspresikan tujuan hidup manusia. Dengan visi yang didukung bersama, orang dapat melihat diri mereka sebagai bagian dari suatu kelompok yang bertumbuh dalam kemampuannya menghasilkan sesuatu yang bernilai secara manusiawi.
c. Visi yang benar menentukan standar-standar keberhasilan.
Manusia ingin melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berhasil, dimana mereka merasa ikut berperan dalam tujuan organisasi dan diakui kontribusinya. Oleh karena itu, mereka harus mengetahui apa tujuan-tujuan tersebut dan bagaimana pekerjaan-pekerjaan tersebut membuat mereka maju. Visi dalam hal ini menentukan ukuran bagi setiap anggota dalam mengevaluasi kontribusi mereka bagi organisasi dan bagi pihak luar dalam mengukur nilai organisasi bagi masyarakat luas.
d. Visi yang benar menjembatani masa sekarang dan masa yang akan dating.
Visi yang benar mengubah status quo, menampilkan semua hubungan penting antara apa yang terjadi sekarang dengan apa yang dicita-citakan oleh organisasi di masa depan. Dengan bertindak demikian, visi mengutamakan aktivitas-aktivitas saat ini yang perlu diperkuat jika ingin merealisasikan visi.

3. Aspek Kepemimpinan dan Manajemen Dalam suatu Organisasi.

Kepemimpinan dan manajemen seringkali disamakan pengertiannya, meskipun diantara keduanya terdapat perbedaan. Pada hakikatnya kepemimpinan mempunyai pengertian agak luas dibandingkan dengan manajemen. Manajemen merupakan jenis pemikiran yang khusus dari kepemimpinan di dalam usahanya mencapai tujuan organisasi. Kunci perbedaan diantara kedua konsep pemikiran tersebut terjadi setiap saat dan didimanapun asalkan ada seseorang yang berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok, tanpa mengindahkan bentuk alasannya.
Kepemimpinan tidak harus diikat terjadi dalam suatu organisasi tertentu tetapi bisa terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan mempengaruhi perilaku orang lainkearah tercpainya tujuan tertentu. Apabila kepemimpinan tersebut dibatasi oleh tatakrama birokrasi atau dikaitkan terjadinya dalam suatu organisasi tertentu, maka dinamakan manajemen, dimana fungsi-fungsi pokok yang ada didalamnya menjadi pokok perhatian yang harus dijalankannya. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa dapat saja terjadi seorang manajer berperilaku sebagai seorang pemimpin, asalkan dia mampu mempengaruhi perilaku orang-orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Tetapi seorang pemimpin belum tentu harus menyandang jabatan manajer untuk mempengaruhi perilaku orang-orang lain.
a. Peranan Pemimpin:
1) Penentu arah.
Pemimimpin menyeleksi dan menetapkan sasaran dengan mempertimbangkan lingkungan eksternal masa depan yang menjadi tujuan pengerahan seluruh sumber daya organisasi.
2) Agen perubahan.
Pemimpin harus bertanggung jawab untuk merangsang perubahan di lingkungan internal, seperti di bidang personalia, sumber daya dan fasilitas, sehingga memungkinkan pencapaian sebuah visi di masa depan.
3) Juru bicara.
Pemimpin, sebagai seorang pembicara yang terampil, pendengar yang penuh perhatian dan pengejewantah visi organisasi adalah promotor dan negosiator bagi organisasi dan visinya kepada pihak luar.
4) Pelatih.
Seorang pemimpin adalah pembentuk tim yang memberdayakan orang-orang dalam organisasi serta menghidupkan visi, dan karenanya berperan sebagi mentor dan teladan dalam berbagai usaha yang diperlukan untuk merealisasikan visi tersebut.

b. Peranan Manajer:
1) Peranan hubungan antar pribadi.
Peranannya disini adalah berkaitan dengan status dan otoritas manajer, dan hal-hal yang bertalian dengan pengembangan hubungan antar pribadi.
2) Peranan yang berhubungan dengan informasi.
Hubungan-hubungan keluar membawa seorang manajer mendapatkan informasi yang spesial dari lingkungan luarnya, dan kegiatan-kegiatan kepemimpinannya membuat manajer sebagi pusat informasi bagi organisasinya.
3) Pembuat keputusan.
Peranan ini membuat para manajer harus terlibat dalam suatu proses pembuatan strategi di dalam organisasi yang dipimpinnya.

V. IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN VISIONER DAN MANAJEMEN POLRI DI TINGKAT KOD

1. Penentuan Visi Pada Tingkat KOD

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa seorang pemimpin visioner harus mempunyai visi yang jelas dalam membawa organisasinya untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Apabila melihat situasi internal organisasi Polri di tingkat KOD serta situasi eksternal yang terus berkembang, maka visi yang diambil adalah memfokuskan kebijakan KOD yang mengarah pada otonomi daerah, supremasi hukum, dan akuntabilitas publik.
Hal tersebut dilandasi pada beberapa pertimbangan sebagai berikut :
a. Aspek Otonomi Daerah.
Pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kewenangan kepada Daerah Tingkat II untuk mengatur daerahnya disesuaikan dengan situasi daerah setempat. Dengan demikian, maka berbagai kebijakan mengenai jalannya pemerintahan tidak lagi bersifat terpusat, sehingga akan banyak muncul berbagai kebijakan yang dikeluarkan melalui Peraturan Daerah. Begitu juga dengan pengaturan anggaran yang banyak dilimpahkan kepada Pemda Tingkat II.
Hal tersebut harus dicermati Polri pada tingkat KOD dengan menselaraskan kebijakan yang diambil disesuaikan dengan kebijakan Pemda setempat sehingga terdapat sinergi diantara keduanya. Hal lain yang melandasi visi tersebut adalah berkenaan dengan ditandatanganinya Surat Kesepakatan Bersama antara Menteri Dalam Negeri dan Kapolri Kerja sama di bidang Ketentraman dan Ketertiban serta keamanan dan ketertiban masyarakat, yang akan ditindak lanjuti sampai dengan tingkat KOD.
b. Penegakan Supremasi Hukum.
Supremasi hukum merupakan salah satu komitmen dari agenda reformasi yang telah dicanangkan sejak pertama kali reformasi digulirkan. Polri sebagai bagian dari aparat penegak hukum yang berada pada garda terdepan di bidang penegakan hukum harus dapat menjalankan amanat reformasi tersebut dengan sebaik-baiknya. Kewibawaan dan martabat Polri akan dipertaruhkan dalam hal penegakan hukum tersebut, karena melalui penegakan hukum yang tegas memungkinkan dijalankannya roda pemerintahan dan berbagai aspek kehidupan masyarakat lainnya dengan tertib.
c. Akuntabilitas Publik.
Sebagai bagian dari aparatur pemerintah yang bertugas menjalankan fungsi pelayanan publik, Polri dituntut pertanggungjawaban atas tugas-tugas yang diembannya tersebut. Tanggung jawa tersebut tidak saja secara organisatoris atau kelembagaan, tetapi masyarakat juga menuntut pertanggung jawaban tersebut baik melalui wakil-wakilnya di DPR atau DPRD.
Pertanggungjawaban tersebut tidak saja menyangkut aspek anggaran tetapi juga berkaitan langsung dengan pelaksanaan tugas yang dijalankannya, seperti dalam hal penyidikan kasus pidana. Melalui akuntabilitas publik tersebut Polri akan diuji, sejauh mana pelaksanaan tugasnya selama ini , serta seberapa besar tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja polri tersebut.

2. Penerapan Konsep Manajemen Polri Di Tingkat KOD

Mengacu pada penentuan visi tersebut diatas, maka langkah selanjutnya adalah menyusun konsep manajemen yang implementasinya tergambar dalam rumusan fungsi-fungsi manajemen di lingkungan Polri, yang meliputi perencanaa, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian.

a. Perencanaan.
Untuk mencapai tujuan perlu direncanakan yang tepat siapa saja yang dilibatkan, apa yang dilaksanakan, fasilitas apa yang digunakan, ancaman apa yang dihadapi, peluang apa yang dimanfaatkan, kapan dimulai dan kapan selesai. Sehingga rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan pada peiode tertentu untuk mencapai kondisi tertentu sudah jelas disusun.
Berkenaan dengan implementasi visi KOD sebaggaimana tersebut diatas, maka pada tahap perencanaan, yang perlu dilakukan antara lain :
1) Menentukan bidang-bidang atau sasaran yang menjadi prioritas penanganan sesuai visi yang dikembangkan.
2) Menentukan jumlah kebutuhan personel yang terlibat dengan pembagian disesuaikan keterlibatan masing-masing fungsi yang dikedepankan.
3) Menentukan anggaran yang dibutuhkan, baik yang bersumber dari dana APBN maupaun APBD melalui kerja sama dengan pihak Pemda setempat.
4) Menentukan berbagai fasilitas yang dibutuhkan guna mendukung program-program kegiatan yang direncanakan.

b. Pengorganisasian.
Setelah tersusun rencana dengan baik, maka disusunlah organisasi tugas dengan tepat. Siapa melaksanakan apa dan bertanggung jawab kepada siapa. Apa tugasnya, apa yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya. Dari sinilah setiap anggota jelas apa yang akan dikerjakannya.
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam hal pengorganisasian adalah :
1) Menyusun organisasi tugas pada setiap kegiatan yang dilakukan, baik dilingkungan KOD sendiri maupun yang melibatkan instansi terkait.
2) Menyususn pertelaan tugas pada masing-masing bagian atau perorangan, disesuaikan dengan tanggung jawab dan kewenangannya masing-masing.
3) Mengatur agar tidak terjadi overlapping dalam pengerahan anggota atau adanya ketimpangan tugas antara bagian satu dengan lainnya.

c. Pelaksanaan.
Setelah tersusun organisasi yang benar-benar tepat, barulah dilaksankansesuai waktu yang tepat. Semua anggota melaksanakan tugasnya sesuai perannya dengan berpedoman pada rencana yang telah ditetapkan.
Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan dalam hal pelaksanaan adalah :
1) Menjamin terselenggaranya semua kegiatan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
2) Anggota atau pejabat yang dilibatkan dapat menjalankan peran dan kewajibannya masing-masing dengan sebaik-baiknya.

d. Pengendalian.
Pengendalian dimaksudkan agar mereka yang menyimpang dari rencana segera dikembalikan. Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pengendalian adalah :
1) Menyusun sistem pelaporan yang memungkinkan dilakukannya suatu pengawasan melalui berbagai hasil yang dilaporkan.
2) Melakukan pengawasan langsung terhadap obyek-obyek yang menjadi sasaran pengendalian.
3) Memanfaatkan keberadaan para Kabag, Kasat, Kapolsek, dan Kanit untuk melakukan pengawasan secara berjenjang pada masing-masing \satuannya.
4) Melakukan analisa dan evaluasi secara berkala terhadap berbagai rencana yang telah dan sedang dilaksanakan.

VI. REKOMENDASI

1. Untuk membangun kepercayaan masyarakat yang harus dilakukan adalah; dapat memberikan jaminan bahwa polisi dapat hadir dengan segera dan cepat bila diperlukan oleh masyarakat.
2. Setiap kehadiran polisi ditengah masyarakat harus dapat bertindak simpatik, etis, ramah dan sopan namun tetap tegas.
3. Mampu menunjukkan keprofesionalismenya dengan memberikan jaminan kepada masyarakat akan kasus yang terjadi akan dilakukan pengungkapan serta masyarakat diberikan informasi perkembangan kasus yang ditangani secara periodik, sehingga masyarakat tahu bahwa kasusnya tetap ditangani.
4. Hilangkan budaya KKN, serta hilangkan adanya pungli yang selama ini merajalela dalam segala modus operandinya.
5. Melakukan tindakan kepolisian selalu dalam koridor penghargaan terhadap HAM, serta adil dan tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Baca selengkapnya.....

PENINGKATAN FUNGSI PENGAWASAN, PEMERIKSAAN DAN SUPERVISI DI TINGKAT POLDA DALAM RANGKA MEWUJUDKAN POLRI YANG PROFESIONAL, BERSIH DAN BERWIBAWA SERTA D



I. PENDAHULUAN

Pada era reformasi berbagai aspirasi dan tuntutan masyarakat sangat kompleks dan transparan dengan tuntutan reformasi total dibidang politik, ekonomi dan hukum serta pemberantasan segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme. Dengan perkembangan dimensi aspirasi dan tuntutan tersebut, maka Polri dituntut untuk bertindak profesional, bersih dan berwibawa serta dicintai rakyat.
Polri yang profesional menurut Satjipto Rahardjo adalah Polisi yang mampu menjalankan tugas/pekerjaannya dengan kualitas tahu (menguasai permasalahan yang dihadapi), terampil (menyangkut keahlian tehnik dan dapat mempraktekan), efisien (menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan cepat) etos kerja (jujur, penghormatan terhadap martabat seseorang dan satria) dan berdisiplin (bertindak sesuai dengan tuntutan pekerjaan dan mengesampingkan kepentingan sendiri).
Polri yang bersih yaitu dalam pelaksanaan tugas dengan dilandasi kesadaran, keikhlasan, cinta kasih dan kerelaan berkorban dengan mengutamakan kepentingan masyarakat dan bangsa diatas kepentingan pribadi. Sedangkan Polri yang berwibawa adalah lugas dan tegas dalam bertindak, lugas dalam arti dekat dengan masyarakat, dapat memahami permasalahan yang dihadapi masyarakat serta bertindak tegas dalam menegakkan peraturan perundang-undangan serta dicintai rakyat yaitu menampilkan sosok Polri yang simpatik.
Reformasi Polri yang telah berjalan selama 12 tahun, namun tuntutan masyarakat belum dijawab sepenuhnya oleh Polri dengan indikator bahwa belum maksimalnya pelaksanaan tugas Polri dalam mengabdikan diri kepada masyarakat, karena masih banyak dijumpai adanya pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh anggota Polri. Kurang bertindak secara profesional dalam menangani setiap tindak pidana yang terjadi.
Walaupun upaya pembenahan telah dilaksanakan secara berkelanjutan, namun kita akui sampai saat ini hasilnya masih belum memuaskan. Masih banyak terjadi penyimpangan dan kesalahan prosedur, yang berarti perwujudan Polri yang profesional belum tercapai, sampai saat ini masih banyak penyimpangan maupun penyalahgunaan wewenang mengakibatkan banyaknya keluhan dari masyarakat dan merugikan organisasi.
Berkenaan dengan hal tersebut dalam rangka menjawab tuntutan masyarakat dalam era reformasi ini maka perlu melakukan peningkatan fungsi pengawasan, pemeriksaan dan supervisi di tingkat Polda dalam rangka mewujudkan Polri yang profesional, bersih dan berwibawa serta dicintai rakyat.

II. PEMBAHASAN

1. Pelaksanaan Pengawasan, Pemeriksaan dan Supervisi Di Tingkat Polda Saat Ini.

a. Sasaran.
Dalam pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan, sasarannya masih menyentuh pada hal-hal yang teknis yaitu. :
1) Bidang operasional meliputi:

a) Fungsi Intel.
b) Fungsi Reskrim.
c) Fungsi Lalu Lintas.
d) Fungsi Sabhara.
e) Fungsi Bimmas.

2) Bidang Pembinaan meliputi:
a) Personil.
b) Pendidikan dan latihan.
c) Materiil dan logislatif.
d) Anggaran dan keuangan.

3) Bidang khusus meliputi:
a) Operasional.
b) Pembinaan.
c) Pengawasan masyarakat.

b. Subyek.
Dalam pelaksanaan Wasrik terjadi tumpang tindih, Irwas Polri juga melakukan Wasrik sampai tingkat Polsek, demikian juga Irwasda melakukan Wasrik sampai tingkat Polsek, jadi pelaksanaan Wasrik selama ini membingungkan satuan bawah baik Irwas Polri dan Irwasda obyek Wasriknya sama yaitu sampai tingkat Polsek.
Ketika menemukan kesalahan disatuan bawah, dalam memberikan arahan, tidak jarang antara Wasrik Irwas Polri dan Wasrik Irwasda terjadi perbedaan, sehingga membingungkan bagi anggota bila akan melakukan perbaikan.

c. Obyek.
Belum ada pembagian tugas jelas antara Wasrik tingkat Mabes dan tingkat Polda, pelaksanaan tugasnya seringkali terjadi tumpah tindih.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi.

a. Peluang.

1) Intern.

a) Dukungan peralatan dan anggaran yang diberikan oleh pimpinan sehingga berguna untuk meningkatkan kemampuan manajerial para anggota Polri diseluruh jajaran.
b) Telah dijabarkan tentang sistem pembinaan dan operasional dalam bentuk Juklak Kapolda termasuk rumusan HTCK.
c) Adanya program reward dan punishment dari Kapolda merupakan program yang sangat baik untuk meningkatkan kinerja dan disiplin anggota.
d) Program waskat dan supervisi yang telah dilaksanakan Polda sangat mendukung dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja.
e) Kerjasama yang ditunjukan satuan bawah yang diperlihatkan dalam menjawab temuan-temuan Wasrik yang terdahulu.

2) Ekstern.

a) Era Reformasi telah membawa masyarakat lebih berani untuk melaporkan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota Polri, sehingga memberikan tambahan informasi bagi pimpinan untuk meningkatkan kegiatan pengawasan.
b) Pengaruh globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan, telah membuka wawasan bagi anggota yang berada disatuan bawah.
c) Sosial kontrol yang dilakukan masyarakat membawa pengaruh positif bagi perilaku anggota, melalui :
- Pengawasan langsung oleh masyarakat yang disampaikan secara tertulis atau lisan yang langsung disampaikan kepada pimpinan Polda.
- Pemberitaan media massa berupa kritik tentang kelemahan pelaksanaan tugas Polri.
- Pengawasan legal melalui DPRD.

b. Kendala.

1) Intern.

a) Dalam pelaksanaan wasrik, tidak jarang para anggota kurang terbuka dalam menyampaikan kekurangan-kekurangan seperti anggaran, peralatan, perlengkapan.
b) Anggota satuan bawah kurang memahami maksud dan tujuan wasrik.
c) Kegiatan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas para bawahannya dirasakan masih kurang terpengaruh pada penguasaan tugas pokok relatif rendah.
d) Sikap mental anggota di lingkungan masing-masing satuan fungsi maupun satuan kewilayahan kurang mendukung tercapainya hasil kerja yang produktif.
e) Dana perjalanan dinas relatif masih belum mencukupi dalam pelaksanaan wasrik, sehingga merepotkan satuan kewilayahan yang menjadi obyek Wasrik.

2) Ekstern.

a) Luasnya wilayah tugas serta kompleknya permasalahan yang dihadapi cukup menyulitkan didalam upaya pengawasan dan pemeriksaan.
b) Belum membudayakan pelaksanaan pengawasan didalam kehidupan masyarakat.
c) Kultur budaya yang masih ewuh pakewuh, apabila kurang menghormati tamu, nanti akan dibilang apatis dan tidak loyal.

3. Upaya Peningkatan Fungsi Pengawasan, Pemeriksaan dan Supervisi Di Tingkat Polda.

a. Profesionalisme Polri.

Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa profesional Polri sangat dituntut dalam era reformasi, sehingga apa yang diharapkan oleh masyarakat dapat terwujud yaitu anggota Polri yang tahu akan tugasnya dan mampu melaksanakannya dengan benar.

b. Paradigma Baru Fungsi Pengawasan dan Pemeriksaan.

1) Sasaran Wasrik ditujukan pada bidang manajemen yang meliputi manajemen operasional, manajemen sumber daya manusia, manajemen material dan logistik serta manajemen anggaran dan keuangan.
Dalam paradigma baru ini sasaran Wasrik tidak menyentuh lagi pada bidang teknis.
2) Subyek untuk tingkat polda diberikan tugas kepada Irwasda, sedangkan satker Polda oleh Irwasum.
3) Obyek, sudah terbagi dengan jelas antara Irwasum dan Irwasda, untuk Irwasda melaksanakan Wasrik pada satuan kerja kewilayahan Polres sampai dengan Polsek.

c. Upaya Peningkatan.

1) Peningkatan kualitas pelaksanaan pengawasan pemeriksaan dan supervisi melalui penguasaan peraturan perundang-undangan yang berlaku, penajaman dalam menyusun rencana Wasrik dan Supervisi terutama dalam menyusun program pemeriksaan serta penggunaan tehnik pengamatan, pemeriksaan, pengusutan, penilaian dan pengoreksian sehingga tercapai ketaatan, kepatuhan, efektif, efisien dan ekonomis.
2) Meningkatkan kegiatan pencocokan dan penelitian yaitu suatu kegiatan pengamatan dan membandingkan secara terus menerus pelaksanaan kegiatan serta pertanggung jawabannya dalam rangka memperoleh kebenaran didalam pelaksanaan tugas.
3) Meningkatkan kegiatan penelusuran yaitu kegiatan untuk mencari dan menentukan tentang kebenaran informasi, hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang
4) Meningkatkan pengendalian dalam penyelenggaraan fungsi pengawasan, pemeriksaan dan supervisi melalui pengawasan melekat terhadap pelaksanaan wasrik dan Supervisi. Dalam bentuk rapat koordinasi pengawasan kunjungan kerja/supervisi staf serta koresponden.
5) Menyelenggarakan pengumpulan, pengolahan dan pengkajian temuan hasil Wasrik baik intern maupun ekstern (BPK) sebagai bahan anev terhadap pelaksanaan dan hasil Wasrik serta menyusun laporan atensi hasil Wasrik kepada Kapolda dan menyusun akuntabilitas kinerja di satuan wilayah jajaran Polda.
6) Peningkatan tindak lanjut temuan Wasrik, perlu adanya pengecekan secara langsung ke satuan wilayah, melalui supervisi staf apakah temuan-temuan Wasrik sudah ditindak lanjuti oleh satuan wilayah dengan melakukan pengamatan dan penilaian.
7) Peningkatan kemampuan pelaksana fungsi Wasrik.
a) Mengirim pelaksana fungsi Wasrik untuk mengikuti pendidikan kejuruan Wasrik.
b) Melakukan penataran tentang teknis-teknis pengawasan dan pemeriksaan.
c) Memiliki sikap mental yang bersih dan berwibawa serta harus selalu memberi tauladan dalam bidang penegakkan disiplin dan mental.
d) Untuk mengembangkan karir dan untuk mencegah rasa jenuh maka perlu diadakan mutasi yang teratur terhadap personil pelaksanaan fungsi wasrik.
e) Ketegasan pelaksanaan fungsi wasrik sangat diperlukan karena amat menentukan dalam keberhasilan tugasnya.
f) Disamping hal-hal tersebut, tidak kalah penting adalah dukungan anggaran dan sarana bagi pelaksana fungsi wasrik sehingga tidak merepotkan satuan wilayah yang menjadi obyek Wasrik serta untuk menjaga independensi tim wasrik dalam menggali temuan atas kekurangan-kekurangan yang ada.

III. PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Adanya dukungan anggaran dan sarana yang diperlukan untuk pelaksanaan fungsi Wasrik akan dapat meningkatkan pelaksanaan wasrik di wilayah.
b. Dengan pradigma baru fungsi wasrik diharapkan akan meningkatkan kinerja dan hasilnya menjadi masukan yang berarti bagi pimpinan.
c. Peningkatan fungsi wasrik dan supervisi yang optimal dan independensi tim Wasrik dapat terjaga, akan dapat mewujudkan profesionalisme Polri yang bersih, berwibawa dan dicintai rakyat.

2. Rekomendasi

a. Pelaksana fungsi wasrik perlu diikutkan Dik Sus Wasrik dan peningkatan kemampuan dalam bidang manajemen operasional, pembinaan, SDM serta anggaran dan keuangan yang menjadi obyek wasrik.
b. Dalam setiap pelaksanaan fungsi wasrik ke satuan wilayah agar didukung dana perjalanan dinas dan saran yang cukup sehingga tidak merepotkan satuan kewilayahan.
c. Pelaksanaan fungsi wasrik harus lebih baik dari yang diperiksa, personel-personel Wasrik merupakan orang-orang pilihan dibidang tugasnya dengan kepribadian yang tidak tercela (bersih).
d. Jabatan dilingkungan Irwasda agar dijadikan ukuran untuk mempromosikan anggota yang berhasil dan berkemampuan sehingga mengurangi citra negatif seolah-olah tugas dilingkungan Irwasda merupakan tempat parkir personil yang dianggap tidak potensial dalam tugasnya.
Baca selengkapnya.....

PRESENTASI TANPA POWER POINT? GAK MASALAH……


Seringkali kita apabila hendak melakukan presentasi, berkutat di depan laptop untuk membuatnya dalam powerpoint. Tapi tahukah anda bahwa powerpoint ternyata bukan salah satu modal utama untuk melakukan presentasi. Sebelum kita melangkah lebih jauh, apa sih presentasi itu? Presentasi adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan gaya pembelajaran dimana audiens adalah pendengar yang memiliki peran pasif dan pemapar memberikan informasi kepada mereka. Terkadang orang membuat presentasi dengan gaya yang heboh, penuh dengan warna, penuh dengan tulisan-tulisan yang sebenarnya itu tidak penting karena akan membuat pendengar menjadi bosan. Sebagian besar waktu pendengar bersikap pasif ada batasan dalam tingkat keterlibatan.
Makanya media yang tepat bagi pemapar adalah menggunakan powerpoint. Powerpoint apabila digunakan berlebihan atau tidak tepat dalam penggunaannya, dapat berakibat audiens tidak fokus pada pemapar, jadi point-point berikut ini dipakai untuk menghindari ketergantungan tersebut:

1. Miliki alasan yang jelas mengapa menggunakan powerpoint. Apakah anda menggunakannya karena orang lain di organisasi anda juga menggunakan, ataukah penggunaannya dapat membantu pembelajaran audiens yang memiliki gaya belajar berbeda dibanding anda?

2. Rencanakan sesi anda menggunakan pendekatan hirarkis.

3. Pastikan informasi pada setiap slide mendukung apa yang sedang anda paparkan bukannya menjadi pusat perhatian dan referensi utama. Slide tersebut harus mendukung bukannya mengendalikan sesi pemaparan anda.

4. Pertimbangkan dalam sesi pemaparan anda dimanakah letak powerpoint (serta slide-nya) dianggap paling diperlukan atau paling membantu, jadi dapat melengkapi metode-metode dan alat bantu lainnya.

5. Rancanglah paparan anda sehingga memastikan memori kerja dan beban kognitif audiens tetap rendah. Dengan kata lain, pastikan anda memberikan kesempatan untuk audiens berdiskusi dan menerapkan prinsip-prinsip penting yang dipaparkan.

6. Gunakan panduan gaya untuk menjaga konsistensi slide paparan anda, seperti:
a. gunakan teks berkontras tinggi.
b. gunakan font minimal 24 atau 28.
c. hanya gunakan font sans serif 1-2, jangan gunakan font dengan hiasan-hiasan.
d. jangan terlalu banyak menggunakan font cetak miring/italic.
e. hanya gunakan huruf kapital pada heading/judul.
f. jangan gunakan lebih dari 5 bullet per-slide. Banyak diantara kita yang berpikir dengan menggunakan bullet-bullet sebagai alur pikir/pola pikir akan menunjukkan kerangka berpikir kita dalam paparan. Banyaknya bullet justru akan membuat paparan kita semakin gemuk, upayakan bullet sedikit namun maknanya bisa mencakup seluruh pola pikir anda.
g. gunakan gambar yang relevan dengan paparan, serta memiliki informasi mengenai paparan anda.
i. hindari penggunaan efek-efek hiperaktif dan animasi-animasi. Kita mungkin berpikir, dengan banyak animasi dan suara membuat paparan kita menjadi menarik, padahal audiens tidak akan terfokus pada paparan anda. Padahal esensi dari presentasi adalah menunjukkan kemampuan anda untuk menyampaikan konsep/ide anda melalui pendekatan-pendekatan yang anda masukkan dalam paparan.
Suatu yang kurang tepat apabila anda menyiapkan slide dengan banyak resolusi ataupun animasi-animasi yang tidak relevan dengan paparan anda. Audiens hanya akan terfokus pada hasil paparan dengan membacanya, tidak melihat kualitas anda sebagai pemapar. Padahal untuk pembelajaran aktif yang berorientasi pada audiens, audiens harus memahami apa yang menjadi maksud pemapar, dengan menyaksikan paparan yang cuma memuat garis besar materi maka audiens memiliki kesempatan untuk mendengarkan (auditory) penjelasan dan menyiapkan pertanyaan-pertanyaan terkait paparan kita. Pertanyaan akan lebih tidak relevan apabila audiens hanya bertanya pada apa yang tercantum dalam handouts atau slide, tapi konsep-konsep yang tersembunyi di dalam paparan tidak dibahas.
So, jangan mati gaya dengan powerpoint.....kembangkan kapabilitas anda dengan memberikan paparan tanpa harus terfokus pada powerpoint.
Baca selengkapnya.....